HER2namatata, No Worries

Share this:

Namaku Isnaeni Purwanti. Teman teman memanggilku Isnaeni, tapi keluarga dan teman mainku memanggilku “Ully”.

Setelah beberapa tahun berjuang melawan kanker, akhirnya aku berani membagikan ceritaku hidup Bersama breast mammae (kanker payudara). Aku  berharap ceritaku bisa membuka mata seluruh wanita untuk lebih memperhatikan kesehatan diri sendiri dan terus menggali informasi mengenai kanker, khususnya kanker payudara. Juga berani  memeriksakan ke dokter bila sesuatu yang aneh dirasakan oleh tubuh kita. Dengan keberanian melakukan deteksi dini akan bisa mengetahui kanker sejak dini sehingga penanganan lebih mudah, murah dan  dapat memperpanjang hidup kita.

 

Benjolan yang didiamkan

Berawal saat aku mandi di awal tahun 2012. kurasakan ada benjolan kecil di payudara. Kupikir benjolan tersebut akan hilang seiring waktu haidh selesai. Lewat satu bulan ternyata masih ada. Aku belum merasa khawatir.  Benjolan ini tidak tampak, kecuali diraba, dan tidak terasa sakit.

Pertengahan 2013. Setahun berlalu, benjolan terasa sedikit membesar dan agak mengeras. Aku mulai panik. Aku kumpulkan keberanian untuk memeriksakan benjolan ke seorang dokter bedah ternama.  Hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ingin kudengar. Beliau bilang benjolanku kategori ganas dan harus segera diangkat. Berharap ada pendapat lain, aku mencari opini dari dua dokter bedah lain. Ternyata penilaiannya sama persis!

Bukannya segera menuruti saran para pakar tersebut, aku malah ngacir ke pengobatan alternatif. Kenapa ?

  • Ayahku punya sahabat yang meninggal karena kanker. Menjelang ajal Almarhum sempat berpesan kepada Ayah kalau ada keluarga atau teman kena kanker jangan sekali-kali kena pisau (dibedah)
  • Aku sama sekali tidak merasa sakit, hanya merasa terganggu sedikit saja dengan benjolan yang tumbuh tidak pada tempatnya itu
  • Aku pikir kalau umurku tidak panjang, paling tidak aku tidak menderita di RS, dan tidak merepotkan keluarga

 

Selama dua tahun aku menjalani pengobatan alternatif secara rutin. Ternyata kalau dihitung dengan Rupiah  kok ya tidak murah juga yaa…… Dan benjolanku semakin membesar. Aku juga mulai merasa sakit, meski masih dalam ambang batas toleransi sakitku.

Menyesal? “Iya” pakai banget. (Sudah keluar duit banyak, tidak sembuh, malah makin parah. Menyesal kemudian. .Jadi jangan ikuti  jejak aku ya)

 

Kanker payudara dengan HER2 positif

Akhir 2015, balik ke medis. Dokter yang aku datangi menyarankan agar aku dikemo terlebih dahulu, mengingat benjolan di payudaraku yang sudah cukup besar dan mengeras, sehingga tidak disarankan untuk langsung dibedah. Tidak puas, kudatangi beberapa dokter bedah lain, dan kembali kudapatkan saran yang sama.

Duh, gimana ini? Aku galau. Membayangkan  bakal botak dan  muntah-muntah. Pekerjaan pasti bakal terganggu dan akan merepotkan keluarga.  Aku mencoba bertahan, meski dengan keadaan tidak bisa tidur sampai berhari hari karena menahan sakit yang tak tertahankan.  Tapi pada 2016, Pada akhirnya aku menyerah dan menuruti saran dokter yang aku kunjungi di tahun 2015.

Dokter yang baik tersebut menyarankan aku untuk memulai semua perawatan menggunakan BPJS, mengingat perjalanan perawatan akan panjang katanya. Saat itu aku belum terbayang akan perjalanan pengobatan yang panjang, perih dan penuh perjuangan.

Untuk memastikan keganasan kanker payudara, aku menjalani biopsy. Hasilnya dilakukan pengecekan lewat Patologi Anatomi (PA). Selain itu juga disarankan  Imunino Histokimia (IHK). PA  hanya menjelaskan tingkat keganasan jaringan yang disebut grade dan stadium. Dengan  IHK akan  lebih detail untuk mengetahui apa penyebab sel nakal tersebut berkembang di tubuhku. Dari hasil analisa itu, barulah dokter bisa memutuskan obat kemoterapi yang tepat untuk pasien kanker.

Sekitar dua minggu, aku harus menunggu hasil IHK. Sementara aku merasa tidak nyaman dengan adanya luka dipayudaraku yang makin melebar dan sakit sejak biopsi. Aku Tidak bisa tidur berhari hari. Hampir tiap hari aku ke IGD RS terdekat untuk minta suntik pain killer atau obat pereda sakit. Meski tidak menghilangkan rasa sakitnya. Di tahun inilah tahun terberat dalam hidupku. Aku terlihat sangat kuyu

Membaca hasil IHK, dokter bedah kanker (Onkologi)  langsung geleng-geleng  kepala dan merujuk ke dokter bergelar KHOM (Konsultan Hematologi Onkologi Medis) untuk proses Kemoterapi.

Pikiranku buyar dengan kabar akan pindah ke dokter ahli lain lagi. Karena sebenarnya aku sudah tidak sabar ingin segera ditangani secara medis, sementara dengan dirujuk lagi ke dokter lain, berarti kemungkinan aku harus menunggu beberapa hari lagi bahkan mungkin minggu.

Dari hasil IHK menunjukkan hormon Estrogen positif (ER+), Progesteron positif (PR+), HER2 juga positif ( HER2 +). Artinya, hormonal (ER+ , PR+) berperan meningkatkan keganasan kankerku.

Lalu apakah HER2 itu?. HER 2 adalah singkatan dari Human epidermal growth factor receptor 2 dalam tubuh. Bahasa buminya adalah “kelebihan protein”. HER2 inilah yang membuat sel-sel kanker tumbuh dan menyebar lebih cepat daripada sel-sel dengan kadar protein yang normal. Karena ER, PR dan HER2 aku positif semua, dunia medis menyebutnya dengan Triple positif. Dengan stadium yang saat itu sudah mencapai 3B, ditambah hasil IHK yang triple positif, dokter memutuskan aku harus kemoterapi (kemo).

 

Terapi target yang membantu

Kemoterapi pertama aku jalani dengan semangat akan sembuh total. Aku Berangkat habis subuh dan obat kemo  selesai masuk semua pukul 8 malam. Keesokan hari dengan gagah perkasa aku masuk kantor. Bos saya saja sampai takjub. Dengan sedikit takabur,  aku bilang: “Aku baik-baik saja. Kata orang kalo habis kemo ginilah gitulah….not for me…buktinya aku masih gagah perkasa.”

Ternyata, keesokan harinya dari subuh aku sudah muntah-muntah  dan terus ke belakang untuk BAB. Alhasil, aku tidak nongol sehari pun ke kantor karena sampai kemo berikutnya. Aku terkapar di kasur. Rambutku pun rontok sampai jadi botak.

Kemo kedua masih seperti kemo pertama. Tubuhku lunglai tak karuan. Melihat hasilnya  tidak ada perubahan, dokterku mengusahakan agar aku bisa mendapat terapi target melalui pembiayaan BPJS. Terapi target dengan Herceptine yang kandungan obat di dalamnya adalah trastuzumab. Awalnya aku semangat, tetapi ketika mendengar biayanya sekitar 24 jutaan per satu vialnya, aku langsung drop. Waduhhh… Aku khawatir protokol kemoku ditolak BPJS dan aku harus membiayai sendiri Herceptine tersebut.

Alhamdulillah, setelah diverifikasi [pihak BPJS, aku mendapatkan obat ini. Kemo ketiga kujalani dengan tambahan  terapi target. Beberapa hari setelah kemo, aku sangat terkejut mendapati benjolanku berubah dari keras menjadi lembek. Bahkan setelah terapi ke 6, seolah-olah payudaraku sudah diangkat.

Berharap kesuksesan terapi tersebut mempercepat proses pengangkatan payudara (mastektomi). Ternyata dokter menyarankan aku menajalani radioterapi terlebih dahulu agar memblokir sel kanker merambat ke organ lain

Aku harus radiasi selama 25 kali. Dari Senin sampai Jumat. Tdak boleh absen kecuali hari libur kerja atau kondisi aku yang tidak memungkinkan. Sepertinya radiasi ini simple, tidak seperti kemo. Aku cenderung meremehkan kekuatan radiasi. Aku pikir tubuhku cukup perkasa layaknya seperti orang sehat. Tak disangka radiasi berakibat membuatku demam tinggi, mual-mual dan menggigil. Mungkin karena kondisi tubuh menurun pasca kemo. Juga cuaca yang tidak begitu baik saat itu. Aku sampai harus masuk ke kamar perawatan darurat pasien kusus radiasi.

Setelah proses 25 kali radioterapi selesai dan keadaanku membaik, aku kembali ke dokter KHOM ku untuk melanjutkan proses terapi target  yang jatahnya memang 8 kali dari BPJS.

25 Agustus 2017 adalah hari bersejarah buatku. Hari  mastektomi bisa dijalankan. Penyakit  yang selama ini kusimpan di tubuhku akhirnya dibuang bersih. Akupun jadi lega karena sudah terbebas dari rawat luka yang mahal dan gaya mandi ekstra hati hati yang membuat ribet. Mandi pun jadi lebih segar seperti iklan shampoo (bahagia itu simple ya gaes….cukup mandi ala iklan tv aja rasanya surga banget deh).

Senang bukan kepalang.  Hari-hari akan kujalani kembali normal seperti orang-orang lain yang tidak punya masalah kesehatan. Kontrol ke dokter KHOM tetap kujalani rutin sebulan sekali. Dokter memintaku rutin menjalani beberapa pemeriksaan. Seperti cek lab untuk tumor marker, tes jantung karena efek terapi target dan kemo, juga CT thorax dan abdomen.

 

Selalu positif meraih kesembuhan

Januari 2018 hasil CT thorax mengagetkan. Katanya ada nodul (benjolan) di paru kiri. Padahal aku tidak merasakan ada keluhan apapun saat itu.

Aku dirujuk ke dokter bedah. Sayangnya nodul itu tidak terjangkau pisau bedah karena lokasi yang berada di labirin dalam. Pasrah aku sudah siap kalau harus kemo lagi. Ternyata dokter menyarankan untuk radiasi saja.

Kembali kujalani radiasi sebanyak 25 kali. Mengingat ada kakakku yang meninggal karena kanker paru stadium 3B, aku pun lebih banyak mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Memohon kasihnya untuk kesembuhanku. Akupun juga mencoba segala rupa nutrisi pendamping untuk perbaikan paru paruku. Syukur  setelah 25 kali radiasi, CT thorax menunjukkan nodul di paru kiri telah bersih.

Baru sedikit bernafas lega, di tengah saat asyik nonton drama korea favorit, kudapati bentol kecil di dada kiri atas seperti digigit semut. Awalnya aku kira jerawat atau digigit semut. Kuolesi pakai minyak kayu putih. Keesokannya, kutemukan benjolan lain di lokasi yang sama. Aku oleskan kembali dengan minyak kayu putih. Tiba-tiba dalam seminggu benjolan tersebut muncul bergerombol dan banyak. Setelah diperiksa, dokter ku langsung memutuskan untuk memberiku kemo oral (diminum) . Haish…..ternyata itu adalah nodul CA juga. Ya sudah, pasrah kuikuti apa perintah dokter.

Setelah 8 bulan kujalani kemo oral, dadaku tampaknya bersih.  Efek kemo ini belakangan membuat lidahku menjadi pahit, sehingga aku tidak nafsu makan. Karena aku merasa benjolan di dada sudah bersih, maka aku memohon agar di bulan ke-9 kemo oralnya distop. Permintaanku dikabulkan. Beberapa hari kemudian, lidahku kembali normal. Selera makan kembali ke asal.

Lagi-lagi baru merasa nyaman, tiba-tiba punggung terasa sakit sekali. Sakitnya luar biasa sampai aku tidak bisa tidur. Golden Hand (tangan emas) terasa  “Njarem” kalo orang jawa bilang itu nyeri yang tak bisa dijelaskan.  (Golden hand adalah tangan di sisi sebelah mana mastektomi pada kanker payudara dilakukan dan biasanya lebih lemah dari tangan yang lain. Kalau tidak dikompres air panas aku tidak bisa tidur.

Ternyata,  pada 16 September 2019 ditemukan benjolan baru di batang vena di leher sebelah kiri. Kemungkinan inilah yang mengakibatkan kesakitan dan penyebab aku tidak bisa tidur. Mungkin benjolan tersebut menekan beberapa syaraf. Terpaksa aku kembali minum  Kemo oral.  Sabar …. Sabar… ini Ujian…, aku mencoba menyabarkan diri.

Aku bertanya kepada dokter, kenapa dalam 3 tahun pengobatan  ini aku belum sama sekali remisi (masa setelah pasien menjalani semua terapi, hasil evaluasi menyatakan sel kanker tidak ada lagi / berkurang)? Padahal aku sudah rajin olahraga, berjemur, jaga makanan (Hindari 4P –  Pewarna, Penyedap,  Perasa, Perisa). Kenapa ya sel kanker kok centil banget sih, muncul terus di tubuhku?

Ternyata ini akibat dari aku telat melakukan pengobatan medis. Saat pertama ditangani aku sudah stadium 3B, hasil IHK aku yang HER2 positif itu juga ada andil atas kenakalan sel ini.

Hingga kini aku masih dalam pengobatan kemo oral dan minum obat pereda rasa sakit. Tapi aku yakin dan berpikiran positif bahwa dengan pengobatan medis dan pertolongan Allah SWT,  aku akan mampu melalui semua. Doakan ya supaya aku kuat

 

Sumber cerita: https://isnaeniully.blogspot.com/2019/09/her2namatata-no-worries.html?m=1

Editor: Juni Tanjung

ISNAENI ULLY adalah PEMENANG I (Satu) Lomba Penulisan  tentang HER2 positif yang terbuka untuk umum yang diadakan CISC pada periode 29 Agustus sampai 15 Oktober 2019.

 

Leave a reply